tirto.id - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) menghadiri sidang perdana gugatan praperadilan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/9/2023).
Sidang gugatan tersebut terkait dugaan penghentian penyidikan (SP3) terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm oil (CPO) dan turunannya termasuk kebijakan mengatasi kelangkaan minyak goreng.
“Gugatan praperadilan dilakukan karena MAKI meyakini adanya penghentian penyidikan terhadap AH,” kata kuasa hukum MAKI, Kurniawan Adi Nugroho kepada tirto.
Gugatan yang dilayangkan ke PN Jakarta Selatan itu untuk membuktikan apakah penyidikan telah dihentikan atau tidak sehingga ada kepastian hukum bagi Airlangga Hartarto.
"Kami melakukan ini agar perkaranya tidak berlama-lama ditangani," ungkapnya "Jika memang bukti permulaannya sudah cukup harus segera dinaikkan menjadi tersangka dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di persidangan.”
Gugatan Praperadilan tersebut dilakukan setelah MAKI melihat adanya kebijakan yang dibuat Airlangga berdampak buruk pada kesediaan minyak goreng.
"Kami menemukan ada dokumen dimana AH memimpin rapat yang menghasilkan keputusan yang merugikan negara," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum, Kejaksaan Agung RI, Ketut Sumedana membantah kasus penyidikan CPO terhadap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dihentikan.
"Kan penyidikan sedang berjalan," kata Ketut melalui pesan singkat kepada Tirto, Senin (25/9/2023).
Ia mempersilakan MAKI dan LP3HI untuk melakukan upaya hukum praperadilan tersebut. "Silakan saja. Kami sudah terbiasa di praperadilankan," ujarnya.
Terkait desakan MAKI yang ingin Airlangga naik status, Ketut pun menegaskan bahwa kewenangan mempertimbangkan menaikkan status seorang saksi menjadi terdakwa ada di Kejaksaan.
"Yang menentukan naik tidaknya kasus itu bukan pernyataan MAKI, tapi alat bukti yang ditemukan dari proses penyelidikan," tegasnya
Ketut berharap MAKI mau bersikap kooperatif dan menyampaikan secara langsung dokumen petunjuk terkait Airlangga kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Silakan sampaikan ke Jampidsus. Itu lebih bagus. Jangan-jangan dokumen yang mereka miliki sudah ada di kita," ujarnya.
Dirinya juga mengungkapkan, Kejaksaan pernah menaikkan status yang bersangkutan. Namun ia tidak mau berkomentar lebih lanjut karena penyidikan masih berjalan.
Kasus bermula saat masyarakat mengeluhkan kelangkaan minyak goreng yang terjadi sekitar tahun 2021-2022. Kelangkaan tersebut menyebabkan melonjaknya harga minyak goreng.
Untuk mengatasi hal itu, pemerintah mencanangkan sejumlah kebijakan salah satunya pemenuhan domestik (domestic market obligation/DMO) bagi eksportir minyak goreng.
Namun, Kejaksaan menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha terkait izin ekspor CPO.
Kejaksaan menyampaikan, perkara terkait izin ekspor CPO tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,4 triliun.
Sejumlah nama dan perusahaan bisnis sawit telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu, diantaranya Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, Ekonomo Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley Ma, dan General Manager General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang
Sementara tersangka korporasi dalam kasus tersebut antara lain Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Reja Hidayat